Minggu, 09 November 2008

SIMBOL DALAM TEKS PANTUN MELAYU

SIMBOL DALAM TEKS PANTUN MELAYU

Sahril
Balai Bahasa Medan, Depdiknas

Abstrak
Tulisan ini menganalisis simbol yang terdapat dalam teks pantun Melayu. Analisis dilakukan melalui tiga aspek, yaitu yang pertama: simbol secara literal, yang kedua; simbol yang berdasarkan makna yang tersirat disebaliknya, yaitu simbol yang difokuskan berdasarkan penggunaannya dalam masyarakat Melayu, dilihat dari dimensi penggunaannya dalam peribahasa Melayu. Yang ketiga: simbol yang diberikan makna yang baru oleh penuturnya.


1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Simbol berupaya menggambarkan sesuatu pemikiran masyarakat melalui bahasanya, atau juga berbagai peristiwa tertentu dalam masyarakat tersebut. Oleh yang demikian simbol dapat dilihat melalui kehidupan seharian manusia, dan simbol dapat bersifat lokal atau pun universal. Simbol lokal hanya dipahami oleh masyarakat yang berada dalam lingkungan budaya yang sama, sementara simbol universal lebih luas sifatnya.
Secara etimologi, perkataan simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'symbolon' (Alex Preminger (ed.) 1974: 833 dalam Chadwick, 1991:5). Perkataan simbol dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, yaitu 'symbol’ yang membawa maksud sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain, lambang atau tanda (Kamus Dewan 1996:1281).
Menurut Peirce (1965:249), simbol ialah tanda yang merujuk kepada objek, yang menunjuk kepada peraturan (law), biasanya merupakan gabungan ide‑ide umum (general ideas). Jadi, simbol merupakan salah satu jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Dengan demikian, simbol merupakan ekuivalen dari pengartian Saussure tentang tanda. Istilah simbol biasa digunakan secara luas dengan pengartian yang beraneka ragam yang harus dipahami secara berhati‑hati (Budalaman, 1999:109).
Simbol sebagai salah satu jenis tanda mempunyai ciri yang menunjukkan hubungan antara tanda dengan 'tanda dirujuk'nya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku secara umum (Aart van Zoest, 1993:25) atau dikatakan sebagai tanda yang berhubungan dengan objek tertentu semata‑mata karena kesepakatan (Cobley & Litza Janz, 1997:33). Hubungan itu merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional (Sudjiman & Aart van Zoest, 1992:9), dan tidak menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Jadi hubungannya adalah bersifat arbitrer dan berdasarkan konvensi masyarakat (Pradoppo, 1993:121--122).
Simbol sebagai sejenis tanda yang bersifat arbitrer atau sewenang­-wenang kaitannya antara tanda itu dengan maknanya membawa maksud tidak ada kaitan secara awal antara tanda itu dengan apa yang diwakilinya (Musa, 1994:44-‑45). Kaitannya adalah buatan manusia, dan penerimaan perkaitan tersebut adalah secara konvensional atau penerimaan umum (ibid.: 45).

1.2 Perumusan Masalah
Sebagaimana diketahui bahwa sebuah pantun yang terdiri atas empat baris, di mana dua baris pertama berupa sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat berupa isi. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya terpokus pada isi pantun yaitu simbol yang terdapat pada baris ketiga dan keempat dengan persoalan sebagai berikut.
(1) Simbol-simbol apa saja yang terdapat dalam teks pantun Melayu?
(2) Bagaimana pemakaian simbol-simbol itu sampai sekarang?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mengetahui simbol apa saja yang terdapat dalam teks pantun Melayu,
(2) mengetahui pemakaian simbol-simbol itu sampai sekarang oleh masyarakat Melayu Deli.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
Keupayaan manusia berbahasa membolehkan mereka mencipta berbagai bentuk dan jenis simbol dan keupayaan ini merupakan "the highest grade of human faculty' (Tylor, 1987 dalam Awang, 1998:2002). Keupayaan ini membolehkan kebanyakan pengetahuan, pemikiran, perasaan dan tanggapan manusia terhadap sesuatu dipancarkan dalam bahasanya. Walaupun bahasa memainkan peranan penting, ekspresi simbolik bukan saja dapat ditunjukkan melalui bahasa semata‑mata karena simbol‑simbol juga dapat muncul dalam berbagai bentuk lain separti peristiwa‑peristiwa umum, perbarisan, kematian, ritual, dan sebagainya. Bahkan sebagai aktivitas mental, proses membentuk dan menggunakan simbol itu dapat dikenakan kepada apa saja. Ini bermakna apa saja dapat dijadikan simbol, yakni segala objek, peristiwa, bunyi­-bunyi bahasa, tulisan, perhiasan, dan sebagainya, yang manusia berikan makna tertentu padanya. Sebagai alat yang membantu manusia membuat abstraksi yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk tujuan ekspreksi, komunikasi, pengetahuan dan kawalan (Firth 1973 dalam Awang, 1998:109)
Simbolisme juga tidak dapat dipisahkan dari budaya. Levi Strauss (1950) menganggap semua budaya itu sebagai satu himpunan simbol, yang utamanya ialah bahasa dan diikuti oleh peraturan‑peraturan perkawinan, hubungan ekonomi, seni, sains dan sebagainya. Ini bermakna keupayaan manusia mencipta atau membentuk budaya itu bergantung kepada keupayaan mereka mencipta simbol (Awang, 1998:106‑-107).
Dengan kata lain, simbol ialah penjenisan lambang‑lambang yang dirujukkan kepada objek asal dengan satu peraturan yang khusus, ia digabung bersama oleh ide umum yang membawa kepada penjelasan simbol tersebut. Contohnya yang jelas ialah keledai dengan bodoh (Muradi, 1989:131). 'Keledai' ialah simbol yang menyiratkan makna kebodohan atau kedunguan, yaitu merujuk sifat bodoh seseorang itu. Di sini juga jelas bahwa simbol merujuk kepada sebuah tanda yang dibawa oleh penanda dengan memberi petanda (arti, makna, dan konsep) yang mewakili sesuatu (Sikana, 2001:202). Selain keledai, terdapat juga beberapa ekor binatang lain yang menjadi simbol kebodohan, misalnya kambing, lembu, Pak Pandir, unta di samping kata‑kata seperti bahlul, bodoh, bangang, dan sebagainya (Saman, 2002:199). Jelas bahwa binatang telah digunakan oleh masyarakat Melayu sejak dahulu sebagai simbol untuk menunjukkan kebodohan seseorang.
Berdasarkan hubungan arbitrer dan hubungan serta terbentuk secara konvensional itu, simbol dapat bersifat lokal dan universal. Simbol yang bersifat lokal lebih merujuk kepada budaya masyarakat itu sendiri. Masyarakat Melayu misalnya, sering menggunakan simbol dalam kehidupan seharian. Warna sebagai contoh, telah digunakan untuk memanisfestasikan hasrat. Warna putih dapat membawa berbagai makna seperti suci, bersih, atau tidak berdosa, dikaitkan dengan sesuatu yang baik dan positif (Saman, 2002:199).
Merujuk kepada budaya masyarakat Melayu sendiri, masyarakat Melayu kaya dengan berbagai simbol yang memberikan makna tertentu. Misalnya biawak (Hamid & Mariam Salim, 2006:88) ialah sejenis binatang yang hidup liar di dalam hutan, kebun, dan si sekitar rumah. Dalam masyarakat Melayu, ia merupakan simbol yang dikaitkan dengan perilaku buruk, separti tidak membalas budi, pendengki dan sebagainya (Ibid.). Biawak juga memberikan simbol kecelakaan atau sial. Masyarakat Melayu mempercayai bahwa perkara yang buruk mungkin berlaku sekiranya seseorang berjumpa biawak. Simbol biawak turut digunakan oleh orang Melayu sebagai simbol seseorang yang tidak boleh dipercayai (munafik) atau percakapan yang selalu berubah-ubah. Ini dapat dilihat dari peribahasa Melayu "Lidah bercabang bagaikan biawak" atau "Lidah biawak".

Terdapat juga simbol yang bergantung pada tempat simbol itu digunakan. Misalnya 'sirih' merupakan simbol pengobatan masyarakat Melayu jika diulurkan dalam bekas kepada pawang atau dukun, dan merupakan simbol dalam adat peminangan jika sirih digunakan dalam peminangan. Sirih juga dianggap sebagai simbol budi bahasa dalam masyarakat Melayu. Dalam masyarakat Melayu lama yang kuat berpegang dengan adat, mereka akan menghidangkan sirih kepada tetamu, yang datang berkunjung ke rumah. Masyarakat Melayu Deli, kebiasaannya jika ada keluarga bertandang ke rumah orang kampung untuk menjemput mereka ke majelis atau kenduri, mereka akan membawa sirih bersama‑sama mereka. Sirih itu kemudian akan dimakan oleh tuan rumah yang diundang itu.
Simbol, selain menggambarkan budaya sesuatu masyarakat dan bangsa itu, terdapat juga simbol yang bersifat universal. Tanda‑tanda jalan raya ialah simbol yang bersifat universal. Setiap bangsa yang mengenal simbol jalan raya akan memahami maksud simbol itu. Misalnya tanda lalu lintas separti tanda berhenti, tanda rawan kecelakaan, tanda kawasan berbahaya dan warna merah, kuning, dan hijau pada lampu jalan.
Simbol dapatlah dikatakan sebagai satu kaedah atau cara yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang abstrak dan unggul. la juga merupakan suatu kebenaran atau keadaan yang berkaitan dengan kehidupan manusia berdasarkan latar sosio-budaya sebuah masyarakat untuk menggambarkan sesuatu yang mewakili ide­-ide ataupun keadaan pikiran seseorang.
Dalam karya‑karya kreatif, pembaca harus menggunakan daya interpretasinya berdasarkan latar belakang budaya sesuatu masyarakat, ilmu pengetahuan, dan pengalaman mereka untuk membongkar pemikiran yang ingin disampaikan oleh pengarang di balik simbol‑simbol yang digunakan. Dalam teks pantun Melayu ditemukan simbol-simbol tradisional juga simbol-simbol modern.


2. Metode Penelitian
2.1 Sifat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan simbol-simbol dalam teks pantun Melayu, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
2.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Medan pada tahun 2008. Namun demikian, pengamatan telah dilakukan sejak beberapa tahun sebelumnya.
2.3 Sumber Data dan Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah teks pantun Melayu Deli di Medan yang telah direkam dan dideskripsikan beberapa waktu yang lalu. Data dari sumber lisan diperoleh dari tuturan-tuturan langsung pada saat upacara adat, seperti perkawinan, sunat rasul, peresmian suatu tempat, dan kehidupan sehari-hari pada masyarakat Melayu Deli di Medan.

2.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode perekaman dan pencatatan, yaitu metode yang pelaksanaannya dilakukan dengan merekam dan mencatat pengucapan pantun (Sudaryanto, 1988:2—5)20. Dalam ilmu sosial metode ini dapat disejajarkan dengan metode observasi, baik langsung maupun tak langsung.

2.5 Metode Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Proses yang dilakukan melalui tiga langkah, yaitu penyeleksian data, pengklasifikasian data, dan penganalisisan data berdasarkan teori yang dipilih.

3. Analisis Simbol Dalam Teks Pantun Melayu
3.1 Pengertian Pantun
Pantun ialah bentuk puisi Melayu yang asli dan unik. Ia merupakan sumber khazanah dalam kehidupan masyarakat Melayu, baik dari segi pemikiran, kesenian, maupun nilai-nilai moral dan sosialnya. Akalbudi orang Melayu dapat dilihat dalam pantun yang diungkapkan secara spontan dengan begitu ringkas dan padat. Ini termasuklah kebijaksanaan dan ketangkasannya merajut makna yang dalam dan mengukir gerak hati serta lukisan rasa yang indah bersama penampilan unsur-unsur alam.
Pantun wujud dalam pelbagai bentuk dan wajah, dari pantun dua kerat dan pantun empat kerat sehingga ke pantun berkait. Genre ini menduduki tempat yang penting dalam kehidupan masyarakat Melayu, justeru diungkapkan dalam permainan anak-anak, dalam percintaan, upacara peminangan dan perkawinan, nyanyian, dan upacara adat. Pendeknya setiap tahap kehidupan orang Melayu, yakni dari dalam buaian hingga ke alam percintaan dan hari-hari tua, dibantu dan dihiasi oleh pantun.
Pantun merupakan sastra lisan yang lahir dan berkembang dalam kalangan masyarakat yang akrab dengan alam, dan diwarisi dari generasi ke generasi . Apabila muncul teknologi percetakan pada akhir abad ke-19, koleksi pantun telah diterbitkan dalam pelbagai dialek Melayu, seperti Betawi, Minangkabau, Peranakan Jakarta dan Melaka, dan bahasa-bahasa seperti Ambon dan Aceh. Kini terdapat kira-kira seratus buah manuskrip pantun yang dikumpulkan di perpustakaan seperti di Jakarta, Leiden, Paris, London, dan Berlin. Kebanyakan pantun tersebut dikutip pada akhir abad ke-19 dan dimuatkan dalam pelbagai koleksi oleh para peneliti dari Inggris, Belanda, dan Jerman.
Dapat disebutkan bahwa pantun ialah genre yang tersebar luas. Di alam Melayu, bentuk ini hidup subur dalam sekitar 30 bahasa dan dalam 35 dialek Melayu. Orang-orang Melayu diaspora pula telah membawanya hingga ke Sri Langka, Kepulauan Cocos, Suriname, dan Belanda. Kehadiran pantun di Eropah dan Amerika telah menarik perhatian penyair-penyair hingga menyebabkan timbulnya genre pantun dalam kesusastraan Barat mulai abad ke-19.
Kini pantun telah berhasil mengikat imajinasi dan peneliti di dalam dan di luar bidang sastra, di alam Melayu dan juga di luarnya. Pantun terus diajar dan diselidiki di pusat-pusat Pengajian Melayu; seminar dan bengkel tentangnya juga terus diadakan.

3.2 Simbol
Setelah diseleksi sebanyak 100 bait pantun, diperoleh 44 bait pantun yang hendak dilihat unsur simbol di dalam isi pantun tersebut. 44 bait pantun tersebut mengandung simbol yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa bagian, di antaranya; (a) berupa isi lengkap dari pantun tersebut sebannyak 11, (b) berupa klausa dan kalimat sebanyak 29, dan (c) berupa frasa sebannyak empat.
Tabel 1: Seleksi Data
Data Awal
Pantun Yang Diseleksi
Hasil Yang Telah Diseleksi
Isi
Klausa dan kalimat
Frasa
100
44
11
29
4

3.2.1 berupa isi lengkap
(1) asam di darat ikan di laut/dalam belanga bertemu jua
Walaupun saling berjauhan, bahkan tidak pernah bertemu atau kenal sama sekali, apabila sudah jodoh semuanya dapat terjadi. Isi pantun ini menyimbolkan masalah perjodohan.
(2) tembaga buruk di mata orang/intan berkarang di hati saya
Menyimbolkan bahwa walaupun sesuatu itu dipandang oleh orang lain tidak baik, akan tetapi bagi seseorang hal itu dianggap baik dan berguna.
(3) tujuh tahun gunung terbakar/baru sekarang nampak apinya
Betapa lamanya menyembunyikan sesuatu hingga tidak diketahui orang lain. Namun akhirnya, diketahui juga oleh orang lain.
(4) tunduk kepala jatuh ke lantai/jari sepuluh menjunjung duli
Menyimbolkan penghormatan kepada seseorang dengan menundukan kepala sembari mengangkat kedua belah tangan sebagai penghormatan.
(5) adat pinang pulang ke tampuk/adat sirih pulang ke gagang
Menyimbolkan bahwa sesuatu itu akan kembali kepada asal mula.
(6) elok diturut resmi padi/semakin berisi semakin tunduk
Menyimbolkan mengenai seseorang yang berilmu, semakin berilmu ia semakin bijaksana.
(7) orang tamak selalu rugi/macam anjing dengan bayang
Menyimbolkan bahwa orang yang kikir, pelit, atau tamak itu selalu dikejar bayangan, ketakutan sendiri. Takut hartanya akan habis.
(8) apa guna keris di pinggang/kalau tidak berani mati
Menyimbolkan seseorang yang penakut, walaupun senjata atau kekuatan sudah di tangan namun karena rasa takutnya lebih kuat, membuat ia tidak bisa apa-apa
(9) tuan umpama ayam pungguk/segan mencakar rajin mematuk
Menyimbolkan bahwa seseorang yang kelihatannya seperti tidak mempunyai nyali.
(10) kumbang mengidam nak seri bunga/bunga kembang di puncak gunung
Menyimbolkan seseorang yang mendambakan sesuatu, tetapi apa yang didambakannya itu berada jauh dari jangkauannya.
(11) Kalau kail panjang sejengkal/Jangan lautan hendak diduga
Jika usaha itu masih kepalang tanggung janganlah diharap hasilnya memuaskan.

3.2.2 berupa klausa dan kalimat
(1) bercerai kasih bertalak tidak
Fenomena dalam kehidupan rumah tangga, di mana seorang suami meninggalkan anak dan istrinya /bercerai kasih/, tetapi tidak menceraikannya /bertalak tidak/. Jadi klausa pada pantun ini menyimbolkan tidak adanya tanggung jawab seorang suami.
(2) kering lautan tetap kunanti
Klausa ini mempunyai simbol tentang kesetiaan seseorang, walaupun ia tahu sesuatu yang dinantinya itu tidak akan mungkin terjadi. Klausa ini menyimbolkan akan kesetiaan seseorang.
(3) biar bertahun di lambung ombak
Walaupun kehidupan yang dihadapinya begitu berat, namun ia tetap bisa bertahan. Menyimbolkan ketabahan seseorang.
(4) burung terbang menyerah diri
Merupakan simbol dari kehebatan seseorang.
(5) di dalam air badan berpeluh
Sesuatu yang sangat paradoks sekali, karena pada situasi yang seharusnya tidak terjadi, dapat terjadi dikarenakan sesuatu yang menakutkan.
(6) bakar air ambil abunya
Menyimbolkan sesuatu yang tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dilakukan.
(7) lupa kain lupakan baju
Menyimbolkan bahwa seorang kekasih atau orang yang sangat dicintai itu, boleh melupakan yang lainnya yang bersifat materi, tetapi jangan melupakan orang dicintai.
(8) hujan ribut dapat ditangkal
Menyimbolkan bahwa betapa pun besarnya rintangan dapat dihadapinya, akan tetapi apabila hati sudah jatuh cinta apakah tidak ada yang bias mengatasinya, kecuali cintanya itu diterima oleh orang yang diidamkannya.
(9) sanggul besar berbunga goyang
Menyimbolkan bahwa seseorang yang mengenakan sesuatu tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
(10) kuntum kasturi tangkainya embun
Sesuatu yang sangat dipuja ini, ditujukan untuk seseorang yang dicintai atau kekasih.
(11) tuan umpama minyak yang penuh
Menyimbolkan bahwa seseorang itu sudah memiliki segalanya di dunia ini dan juga bekal untuk akhirat.
(12) hancur luluh tulang dan daging
Menyimbolkan bahwa tulang dan dagingnya boleh hancur, tetapi kesetiaannya tetap abadi.
(13) emas perak kebesaran dunia
Menyimbolkan bahwa di dunia ini yang paling dicari dan diutamakan oleh orang adalah materi atau harta benda.
(14) adat pusaka berpedoman kitab
Menyimbolkan bahwa adat dan tradisi yang baik itu harus berpedoman kepada Al Quran. Kata ’kitab’ bagi masyarakat Melayu berarti ’al quran’.
(15) hina besi karena karat
Menyimbolkan bahwa manusia itu bias terhina karena perbuatannya sendiri.
(16) gula manis sirih menyembah
Menyimbolkan bahwa adat tradisi bias dikalahkan oleh kekayaan. Kata ‘gula’ melambangkan ‘kekayaan’, sedangkan kata ‘sirih’ melambangkan adat tradisi.
(17) biarlah buruk kain dipakai
Menyimbolkan walaupun tidak memiliki harta benda, tetapi prilaku dan budi bahasa baik dipandang orang.
(18) ibarat pohon tidak berbuah
Menyimbolkan bahwa bila hidup ini tidak memiliki ilmu pengetahuan, maka arti hidup tidak berarti.
(19) pintu berkancing rezeki datang
Menyimbolkan bahwa apabila Tuhan sudah berkehendak, yang tidak mungkin terjadi bias terjadi juga.
(20) layar dikembang kemudi dipaut
Menyimbolkan bahwa apabila usaha telah dijalankan, maka hasil pasti akan didapat.
(21) bagai kerja menolak ombak
Menyimbolkan sesuatu pekerjaan yang sangat sukar dan berat untuk dilakukan.
(22) pasir sebutir jadikan intan
Menyimbolkan bahwa apabila kita memiliki ilmu pengetahuan, sesuatu yang tidak berguna pun dapat dijadikan berguna bagi kehidupan di dunia ini.
(23) ayam di sangkar disambar elang
Menyimbolkan bahwa apabila kehendak Tuhan rezeki yang sudah di tangan pun akan lepas atau hilang.
(24) karam di laut boleh ditimba
Menyimbolkan bahwa kalau gagal pada pekerjaan yang lain dapat diganti dengan pekerjaan yang lain lagi, tetapi bila gagal dalam bercinta sangat sukar untuk diganti pada yang lain.
(25) biar retak bumi kupijak
Menyimbolkan kesetiaan seseorang kepada kekasihnya.
(26) harimau di hutan lagi kutangkap
Menyimbolkan apapun rintangannya akan dihadapi.
(27) dalam telur lagikan dinanti
Menyimbolkan bahwa untuk menunggu sesuatu itu harus sabar, di sini terlihat bahwa masih berupa telur pun ditunggu.
(28)menangis mayat di pintu kubur
Menyimbolkan bahwa menyesal kemudian tiada berguna. Maksudnya sesuatu yang seharusnya dikerjakan tetapi justru diabaikan.
(29)hilang bahasa karena emas
Menyimbolkan bahwa budi pekerti yang baik dapat hilang dikarenakan mengejar harta benda.

3.2.2 berupa frasa
(1) menyunting bunga
Kata ‘menyunting’ pada masyarakat Melayu disimbolkan sebagai kegiatan ‘meminang’ atau ‘melamar’ seorang gadis. Kata ‘bunga’ adalah simbol dari seorang gadis yang cantik.
(2) sekaki payung
Sebagai simbol tempat berlindung oleh orang-orang yang memerlukan perlindungan.
(3) rambut bersimpul mati
Suatu masalah yang sangat sukar untuk dipisahkan.
(4) bulan mengambang
Menyimbolkan suatu keadaan di mana posisi bulan yang belum penuh, masih belum jelas untuk dilihat keberadaannya.

4. Simpulan
Melalui simbol yang terdapat dalam 44 teks pantun Melayu, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu simbol yang hadir dalam bentuk isi pantun sebanyak sebelas simbol, simbol yang hadir dalam bentuk klausa dan kalimat sebanyak 29 simbol, dan simbol yang hadir dalam bentuk frasa sebanyak empat simbol.


DAFTAR PUSTAKA

Awang, Hashim. 1998. Budaya dan Kebudayaan: Teori, Isu dan Persoalan. Kuala Lumpur: Citra Budaya.
Budalaman, Kris. 1999. Kosakata Semiotika, Yogyakarta: Gambiran UH.
Chadwick, Charles. 1991. Simbolisme. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Cobley, Paul dan Litza Jansz. 1997. Introducing semiotics. Victoria: Mc Pherson's Printing Group.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi‑ Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hamid, Rogayah A. dan Mariam Salim (peny). 2005. Kepustakaan Ilmu Tradisional. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ismail, Ahmad. 1960. 100 Pantun Peribahasa. Terengganu: H.C.Mohhd A.Rahman.
Muradi, Supardy. 1989. Teori‑Teori Kesusasteraan Mutakhir: Suatu Pengenalan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Musa, Hashim. 1994. Pengantar Falsafah Bahasa. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Peirce, Charles Sanders. 1965. Collected Papers Charles Sanders Peirce (Vol. I & 11). Cambridge Massachuseft: The Belknap Press of Harvard University Press.
Saman, Sahlan Mohd. 2002. Pengajian Melayu dalam Konteks Kesusasteraen Bandingan. Bangi: Persatuan Penulis Selangor.
Sikana, Maria. 2001. Teori Semiotik: Tanda Bahasa dan Wacana Sastera. Jurnal Bahasa 1 (2): 193‑212.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest (ed.). 1992. Serba‑Serbi Semiotika, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Utama.
Van Zoest, Aart. 1993. (Terj.) Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa Yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.


Lampiran Teks Pantun:

1. Ayam disabung jantan dipautJika ditambat kalah laganyaAsam di darat ikan di lautDalam belanga bertemu jua
2. Batang selasih permainan anakDaun sehelai dimakan kudaBercerai kasih bertalak tidakSeribu tahun kembali juga
3. Beli cempedak dari juanaMari dibelah di atas tudungJika berhajat menyunting bungaJumpa wali di atas gunung
4. Berkurun lama pergi menjauhWajah kulihat di dalam mimpiKalau dah kasih sesama sungguhKering lautan tetap kunanti
5. Buah kuini jatuh tercampakJatuh menimpa bunga selasihBiar bertahun di lambung ombakTidak kulupa pada yang kasih
6. Burung merbuk membuat sarangAnak enggang meniti di payaTembaga buruk di mata orangIntan berkarang di hati saya
7. Harum baunya si bunga tanjungHarumnya sampai ke puncak gunungTuan umpama sekaki payungHujan panas tempat berlindung
8. Hujan panas turun berderaiGuruh menyambar pohon jatiKasih sayang tak boleh berceraiBagaikan rambut bersimpul mati
9. Kain cindai dilipat-lipatLipat mari tepi perigiKalau pandai Tuan memikatBurung terbang menyerah diri
10. Kalau menyanyi perlahan-lahanDibawa angin terdengar jauhKalau hati tidak tertahanDi dalam air badan berpeluh
11. Kalau tuan pergi ke bendang,Jangan petik buah rumbia,Tuan umpama bulan mengambang,Cahaya meliput serata dunia.
12. Kalau Tuan pergi ke JambiAmbil air untuk jurobatunyaKalau Tuan hendakkan kamiBakar air ambil abunya
13. Laju-laju perahu lajuLajunya sampai ke SurabayaLupa kain lupakan bajuTetapi jangan lupakan saya
14. Limau purut lebat di pangkalBatang selasih condong uratnyaHujan ribut dapat ditangkalHati kasih apa obatnya?
15. Melepuh kakiku terkena tunggul,Tunggul besar di tengah padang,Gelusuh hatiku melihat sanggul,Sanggul besar berbunga goyang.
16. Orang berhuma di Pulau BalanganAsap apinya tabun-menabunTuan laksana bunga kayanganKuntum kasturi tangkainya embun
17. Pohon sena cabangnya empatMari terbang waktu pagiKalau kena dengan makrifatBurung terbang menyerah diri
18. Sayang Laksamana mati dibunuhMati dibunuh Datuk MenteriTuan umpama minyak yang penuhSedikit tidak tertumpah lagi
19. Sayang pelanduk di luar pagarMati ditembak patah kakinyaTujuh tahun gunung terbakarBaru sekarang nampak apinya
20. Tajam tubuh si buah gadingHendaklah ikat bersama taliHancur luluh tulang dan dagingNamun kulupa tidak sekali
21. Tebang gelam tebang kenangaBatang tumbang menimpa gedungKumbang mengidam nak seri bungaBunga kembang di puncak gunung
22. Anak angsa mati lemasMati lemas di air masinHilang bahasa karena emasHilang budi karena miskin
23. Anak merak Kampung CinaSinggah berhenti kepala titiEmas perak kebesaran duniaBudi bahasa tak dapat dicari
24. Angin kencang turunlah badai Seumur hidup cuma sekali Tunduk kepala jatuh ke lantai Jari sepuluh menjunjung duli
25. Berbuah lebat pohon mempelam Rasanya manis dimakan sedap Bersebarlah adat seluruh alam Adat pusaka berpedoman kitab
26. Bunga melati bunga di daratBunga seroja di tepi kaliHina besi karena karatHina manusia tidak berbudi
27. Gadis Aceh berhati gundah Menanti taruna menghulur tepak Gula manis sirih menyembah Adat dijunjung dipinggir tidak
28. Ikan berenang di dalam lubuk Ikan belida dadanya panjangAdat pinang pulang ke tampuk Adat sirih pulang ke gagang
29. Air melurut ke tepian mandiKembang berseri bunga sendudukElok diturut resmi padi Semakin berisi semakin tunduk
30. Angin teluk menyisir pantai Hanyut rumpai di bawah titiBiarlah buruk kain dipakai Asal pandai mengambil hati
31. Dalam semak ada duri Ayam kuning buat sarangOrang tamak selalu rugi Macam anjing dengan baying
32. Dayung perahu tuju haluan Membawa rokok bersama rempahKalau ilmu tidak diamalkanIbarat pohon tidak berbuah
33. Encik Dollah pergi ka JambiPergi pagi kembali petangKalau Tuhan hendak membagi Pintu berkancing rezeki datang
34. Lagu bernama serampang lautDitiup angin dari Selatan Layar dikembang kemudi dipaut Kalau tak laju binasa badan
35. Orang haji dari Jeddah Buah kurma berlambak-lambakPekerjaan guru bukanlah mudah Bagai kerja menolak ombak
36. Padi segemal kepuk di hulu Sirih di hilir merekap junjunganKepalang duduk menuntut ilmuPasir sebutir jadikan intan.
37. Masuk hutan berburu musang Musang mati dijerat orangMacam mana hati tak bimbang Ayam di sangkar disambar elang
38. Pisau raut hilang di rimbaPakaian anak raja di JeddahKaram di laut boleh ditimbaKaram di hati bilakah sudah?
39. Apa guna kepuk di ladang Kalau tidak berisi padi Apa guna keris di pinggang Kalau tidak berani mati
40. Anak Cina bersampan kotak Muatan sarat dengan ragi Biar retak bumi kupijak Kamu takkan kulepaskan lagi
41. Kalau mengail di lubuk dangkal Dapat ikan sepenuh raga Kalau kail panjang sejengkal Jangan lautan hendak diduga
42. Limau bentan di tepi tingkap Anak-anak melempar burung Harimau di hutan lagi kutangkap Inikan pula cicak mengkarung
43. Orang menyeberang gunakan titiTiti dibuat tinggi di atas Dalam telur lagikan dinanti Inikan pula sudah menetas
44. Ada seekor burung belatuk Cari makan di kayu buruk Tuan umpama ayam pungguk Segan mencakar rajin mematuk
45. Asam kandis asam gelugur Ketiga asam si riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat jasad tidak sembahyang